Sunday, November 30, 2008

Apalah arti sebuah nama?

Selama lebih dari 20 tahun saya terbiasa menuliskan nama pemberian ortu: Fitri O********. Identitas itu yang saya bawa ke mana-mana. Setelah menikah pun, walaupun di kantor memungkinkan menggunakan surname, saya tetap menggunakan nama saya sendiri, karena saya dan suami (seperti sebagian besar orang Indonesia) tidak punya nama keluarga maupun nama marga. Nama itu melekat di alamat email, kartu nama, panggilan yang menunjukkan identitas saya sebagai seseorang.

Setelah berhenti bekerja rasanya nama saya jadi terdegradasi he he. Apalagi setelah mulai sering ikut kegiatan ibu-ibu di kompleks, nama saya jadi berubah. Jadi Fitri A*** G******.. atau Ibu A***. Sampai sekarang saya masih sering lupa, menulis absen dengan nama pemberian orang tua. Maklum kebiasaan lama :p.

Di sekolah anak, nama saya berubah lagi mengikuti nama anak. Saya dikenal sebagai 'Mama Zaka'. Panggilan itu sempat membuat Zaka bingung lo.. soalnya di rumah dia mengenal saya dengan 'Ibu', bukan mama.

Daaaan.. anehnya hampir semua orang tua murid memang mengenalkan diri dengan nama anaknya. Ada mama Afif, mama Arif, mama Dimas, mama Sarah dll. Rasanya tidak banyak yang mengenalkan diri dengan namanya sendiri.

Setelah saya punya Annisa, nama saya berubah lagi. Banyak yang memanggil saya dengan Fitri Annisa.. he he.. Seakan-akan Annisa adalah identitas tambahan yang melekat pada diri saya ;-).

Kenapa ya kita merasa perlu menambahkan sesuatu di belakang nama seseorang dengan nama suami/anak, atau dalam kasus saya, toko yang saya kelola? Semoga untuk memudahkan dalam mengingat dan membedakan dengan orang lain. Bukan karena identitas pribadi seorang istri/ibu jadi kurang penting setelah bersuami atau memiliki anak? Nama itu identitas yang unik bagi tiap orang bukan? Dengan terpinggirkannya nama semasa gadis, apa berarti terpinggirkan pula kehidupan pribadi seorang wanita yang sudah menikah? Hmmm...

Dalam drama Romeo & Juliet, Shakespeare menuliskan dialog Juliet,

"What's in a name? That which we call a rose
By any other name would smell as sweet."
-- Mawar akan tetap wangi, apapun namanya..

Jadi, apalah arti sebuah nama :p.

Who am I ??

Beberapa waktu yang lalu saya mendapat pertanyaan ini. Who am I? Siapakah saya? Hemm.. jika anda yang mendapat pertanyaan ini, apa jawaban anda? Apakah anda dapat dengan mudah menggambarkan diri anda, kepribadian anda, cita-cita dan mimpi anda? Apakah anda tahu jawabannya?

Kenapa harus ada pertanyaan itu? Tidak dapatkah kita menjalani hidup tanpa berpikir, mengalir seperti air dan menghanyutkan diri dalam segala kejadian di sekeliling kita? Bisakah kita menjadi zombie, berpusat pada ego pribadi dan terus maju tanpa perlu mempertanyakan hakikat keberadaan kita di dunia?

Saya jadi ingat pernyataan dari filsuf besar masa lalu, Rene Descartes di abad ketujuh belas. "Cogitu Ergo Sum". Yang dalam bahasa Indonesia berarti "Saya berpikir maka saya ada". Saya berpikir, maka saya ada. Maksud yang saya tangkap adalah adalah "saya adalah apa yang saya pikirkan".

Belajar mengenali diri sendiri adalah bagian dari proses mengenali jati diri yang sesungguhnya. Selain itu, mengenali diri sendiri seharusnya bisa menjadi proses awal mendeteksi kelebihan dan kekurangan kita.

Saya yakin, ada beberapa jawaban untuk pertanyaan itu. Mungkin mudah untuk sebagian orang, sangat sulit untuk yang lainnya. Untuk saya, jawaban yang menunjukkan identitas diri saya saat ini adalah, "Saya seorang ibu dari dua anak laki-laki terkasih". Identitas inilah yang terpenting bagi saya saat ini, di antara banyak jawaban lainnya.

Kenapa? Karena saya belajar banyak mengenai hidup, justru dalam lima tahun yang pendek dalam kehidupan saya. Saya belajar kehidupan dari anak-anak saya. Perjuangan mengenali mereka membawa saya makin mengenali diri sendiri. Seorang teman juga menerangkan bahwa bagaimana seorang ibu memandang dirinya, akan berpengaruh besar dalam bagaimana dia mendidik anak-anaknya. Jawaban-jawaban yang diberikan seorang ibu untuk pertanyaan "Siapakah Aku" akan tercermin dalam hubungannya dengan anak-anaknya.

Ini sebenarnya ga nyambung, tapi saya jadi teringat dengan lirik lagu Metallica, favorit saat kuliah dulu hihi.. judulnya Sad but True

Hey
I'm your life
I'm the one who takes you there
I'm your life
I'm the one who cares
they
they betray
I'm your only true friend now
they
they'll betray
I'm forever there

I'm your dream, make you real
I'm your eyes when you must steal
I'm your pain when you can't feel
sad but true
I'm your dream, mind astray
I'm your eyes while you're away
I'm your pain while you repay
you know it's sad but true

Hm.. masa muda sudah lewat :-D.

Jika pertanyaan itu untuk anda, apa jawaban anda?

Monday, November 17, 2008

Picky Eater, berubah seiring waktu?

Anak pertama saya (pernah) sangat pemilih saat makan. Beberapa tahun terakhir ini pola makannya sangat monoton dan ogah berganti menu. Favoritnya adalah sayuran, tempe, tahu, ikan dan udang. Hanya digoreng atau di buat sayur dengan bumbu pas-pasan. Menu lain, apalagi yang berbumbu agak pekat ga bakalan ditengok, apalagi dimakan :p.

Dia juga menolak daging sapi dalam segala bentuk dan olahan. Begitu juga daging ayam, hanya fried chicken dari fast food atau nugget saja yang mau dia makan. Berbagai cara saya coba untuk membuatnya makan daging sapi dan ayam. Dari diblender, lalu dicampurkan ke sop, pergedel, soto dan lain-lain, atau dipresto. Kalau sedang kreatif, cincangan daging itu saya masukan di antara lembar-lembar bayam kesukaannya. Atau saya selipkan sedikit di antara tempe dan tahu goreng.. heuheu.. lumayan. Saat itu saya sudah sangat bersyukur jika sesendok daging cincang masuk ke perutnya dalam satu kali makan.


Sebelumnya, dari bayi hingga usia 2 tahunan dia (hampir) tak pernah protes di waktu makan. Mulai makan nasi (lembek) di umur 10 bulan, nafsu makannya lumayan baik dan mau memakan menu apapun. Saat itu saya bisa bersenang-senang, memvariasikan berbagai menu dari berbagai bahan makanan untuknya ;-). Waktu itu bisa lo dalam sehari dia makan ikan, daging dan ayam serta berbagai macam sayuran dan buah-buahan... empat sehat lima sempurna... apapun yang disediakan untuknya.




Selain itu sampai usia 2,5 tahunan dia sangat suka susu. Dalam sehari bisa hampir 1 liter susu diminumnya. Tak heran badannya cukup besar dan berat badannya ada di atas rata-rata. Tapi pada suatu hari, dia memutuskan untuk tidak mau minum susu. Dan sejak itu benar-benar tidak mau minum susu. Sampai sekarang saya masih bingung.. kenapa ya?

Di masa-masa itu dia suliiiit sekali makan. Setelah menolak minum susu, ogah makan daging, lalu tiba-tiba dia tidak mau makan nasi! Benar-benar picky eater kelas berat he he. Waktu makan benar-benar menguji kesabaran! Apalagi dia juga ga suka ngemil, jadi rasanya setiap hari sedikit sekali kalori yang masuk ke badannya. Hiks, sedih rasanya melihat badannya yang makin lama makin kurus..

Selama itu menu makannya tidak variatif, hanya mau sayur bayam (plus jagung yang buanyaak), ikan, tempe, tahu, sop wortel, telur ceplok. Cemilannya (kadang-kadang saja dia mau) roti, jagung rebus, wortel rebus, buncis rebus, buah-buahan, es krim dan koko crunch. He he.. menu yang sehat untuk diet :p. Segala macam cemilan berkalori tinggi seperti risoles, pastel, lemper, bolu, kue kering dll dilirik aja enggak.. huuh. Nasi masuk hanya beberapa suap sehari, itu juga disembunyikan di berbagai tempat. Seringnya nasi yang masuk dilepeh lagi kalau terasa di lidahnya. Segala bujukan dan rayuan untuk mencoba nasi dan menu baru jarang yang berhasil.

Dua tahun lebih berlalu.. Selama itu sih akhirnya saya jadi lebih sabar dan lebih bisa menerima kebiasaan makannya yang unik. Tapi teuteup.. saya ingiiiiin sekali agar di usia balitanya anak saya mau makan lebih bervariasi, mo makan nasi dan daging sapi/ayam dan minum susu untuk mendukung tumbuh kembangnya. Setiap hari tetap saya tawarkan berbagai menu di meja makan, susu dalam berbagai bentuk dan rasa (hehe) dan sering saya ajak mencoba berbagai restoran. Walaupun lebih sering ditolak euy.

Guru di sekolahnya juga heran dan sempat bertanya, "Anak ibu ga suka makan ya? Jarang sekali bekal dari rumah atau hidangan dari sekolah dimakan sampai habis".

Suatu hari di umur 5 tahunan, setelah lebih dari 2 tahun tanpa susu, dia ngiler melihat segelas susu + milo hangat yang saya minum tiap pagi. "Mau", katanya. Huaa.. senangnya. Kemudian, tiba-tiba dia suka sekali susu + milo hangat. Sejak itu sampai sekarang sehari 2-3 gelas milo hangat diminumnya. Alhamdulillah.

Kejutan menyenangkan lain adalah setelah masuk TK B beberapa bulan yang lalu, akhirnya dia mau makan nasi! Walaupun harus disuapi, yang penting akhirnya pola makannya lebih 'normal' he he. Yang lebih menyenangkan adalah, sekarang dia mau makan sendiri, asalkan menunya bukan nasi. Ketidaksukaannya pada nasi berbuah manis, yaitu sarapan lebih cepat dan praktis dengan jagung rebus, telur rebus atau roti panggang, makan sendiri :p. He he.. dasar ibu-ibu ya, senang sekali kalau anaknya sudah mau makan sendiri.

Hadiah yang membuat saya tersenyum senang adalah dua minggu lalu. Tiba-tiba dia ikutan pesan steak di resto langganan. S.T.E.A.K. Steak kampung, yang tampilannya mirip bistik sapi, lengkap dengan buncis, wortel dan kentang rebus, sayuran kesukaannya. Senangnya! Senangnya.. akhirnya anakku mau makan daging sapi yang tidak diblender, dicincang, dipresto, dan disembunyikan di lipatan bayam ha ha.

Tadi malam lebih mengejutkan lagi. Waktu kami membicarakan resto baru dengan menu sate kambing tau-tau dia berteriak, "Mau sate doooong". What? Ga salah nih? Anakku yang bertahun-tahun berdiet ala vegetarian meminta sate kambing?? Dan... ternyata tadi malam dia menghabiskan 2,5 tusuk sate kambing. Hmmm.

Jadi teringat masa-masa 'perjuangan', sulitnya menghadapi si sulung yang picky eater. Segala trik, rayuan, bujukan yang pernah dilakukan untuk membuatnya makan. Segala menu yang pernah dicoba dan terbuang sia-sia. Segala kekesalan dan kekecewaan setiap waktu makan.. perasaan gagal saat melihat berat badannya tidak juga bertambah.

Alhamdulillah, semua sudah lewat. Walaupun belum termasuk 'doyan makan' tapi saat ini saya cukup bersyukur anak saya mau makan dalam porsi normal untuk anak seumurnya, dengan menu yang cukup bervariasi dibandingkan sebelumnya.

Apakah sindrom picky eater ini memang akhirnya akan 'sembuh' dengan sendirinya?

Wednesday, November 12, 2008

Saat Berpindah Kuadran

Pernahkah anda membaca buku Rich Dad Poor Dad karya Robert Kiyosaki? Saya sendiri bukan penggemarnya, dan tidak setuju dengan beberapa hal yang dibahas dalam buku-bukunya. Walaupun begitu, terlepas dari segala kontroversinya, buku ini cukup fenomenal dengan menjadi best seller, berhasil mengubah paradigma banyak orang dan membangkitkan semangat wirausaha.

Dalam buku ini Robert Kiyosaki membagi manusia dan penghasilannya dalam 4 kuadran, yaitu:
1. E (Employee) yang mendapat penghasilan bulanan tetap dari perusahaan
2. B (Business Owner) yaitu pemilik usaha yang mendapat penghasilan dari usahanya tersebut
3. S (Self Employed) adalah profesional yang mendapat penghasilan dari keahliannya tanpa perlu terikat pada suatu institusi tertentu, dan
4. I (Investor) yang mendapatkan penghasilan dari hasil investasinya tanpa perlu bekerja/berbisnis

Pindah kuadran adalah istilah untuk seseorang yang berpindah dari satu kuadran ke kuadran lainnya. Biasanya istilah ini digunakan untuk menunjukkan perpindahan dari kuadran kiri (Employee, Self Employed) ke kuadran kanan (Business Owner, Investor).

Pindah kuadran biasanya memerlukan pengorbanan dan energi yang cukup besar. Karena saat seseorang telah cukup lama berada di kuadran tertentu, seseorang akan masuk ke dalam comfort zone sehingga cenderung menolak perubahan (ingat Hukum Kelembamam?).

Saya sendiri pernah berpindah kuadran. Perpindahan pertama adalah dari kuadran E (Employee) ke kuadran yang tidak ada dalam diagram. Rupanya om Robert Kiyosaki lupa memasukkan klasifikasi untuk ibu-ibu rumah tangga yang setiap bulan mendapat jatah belanja dari suami tercinta he he.. (sambil mikir.. jangan-jangan itu termasuk kuadran Self Employed..).

Setahun yang lalu saya mendapat kesempatan untuk mengakuisisi suatu toko kecil mungil yang ada di dekat perumahan tempat saya tinggal. Semuanya berjalan begitu cepat. Sungguh, saat itu saya sama sekali buta dengan bisnis retail. Sejak masa sekolah dan kuliah cita-cita saya adalah BEKERJA. Lebih spesifik lagi, cita-cita muda saya adalah bekerja di perusahaan multinasional, dengan gaji yang cukup untuk mencicil kreditan mobil kecil supaya saya tidak perlu berjalan kaki ke mana-mana :p. Sama sekali tidak pernah terlintas di benak saya untuk memiliki usaha sendiri. Apalagi setelah akhirnya bekerja, memang lebih enak melihat rekening di bank bertambah setiap akhir bulan :p.

Dari beberapa penawar, ternyata Ibu baik hati pemilik Annisa sebelumnya mempercayakan kelangsungan tokonya pada saya. Alhamdulillah rencana Allah memang yang terbaik, tanpa pikir panjang, bismillah dan menguatkan hati untuk menerima resiko apapun, kami membulatkan tekat untuk belajar berbisnis kecil-kecilan.

Toko itu adalah toko perlengkapan bayi dan anak mungil yang telah berjalan selama 7 tahun. Namanya Annisa. Saya langsung jatuh hati padanya.

Pertama kali mendapat kabar bahwa Annisa bisa saya kelola, yang terlintas dalam pikiran saya adalah, "Huaaaah... emangnya gw bisa???" Apalagi semua investasi awal berawal dari suami. Dan kemudian ditambah dengan dana hasil kredit dalam jumlah yang cukup besar... Rasanya saya tidak berani menanggung resiko jika semua dana tersebut hilang apabila usaha ini tidak berhasil. Saat itu saya juga tidak cukup percaya diri untuk memastikan setiap bulan bisa membayar kredit tersebut..

Perbedaan nyata antara pekerja dan memiliki usaha sendiri ternyata adalah keberanian mengambil resiko. Seorang pekerja akan selalu mendapat jaminan, jumlah yang akan didapatnya dalam periode tertentu (gaji perbulan, misalnya). Sedangkan saat memilih untuk terlepas dari skema gaji, seseorang harus siap untuk menerima hilangnya modal yang dipertaruhkan, ongkos operasional usaha yang tidak menentu, dan jumlah keuntungan yang harus diperjuangkan. Dan rintangan terberat selalu saat di awal. Sesuai dengan hukum kelembamam, gaya yang dibutuhkan untuk mulai bergerak selalu jauh lebih besar daripada gaya yang dibutuhkan untuk terus bergerak. Untuk saya, rintangan terberat untuk pindah kuadran adalah mengalahkan ketakutan diri sendiri.. ketakutan akan rugi.. ;-).

Alhamdulillah atas dukungan suami dan suntikan pede dari beberapa teman saya akhirnya berani untuk melangkah. Berani untuk mempertaruhkan sejumlah uang pada usaha yang masih gelap untuk saya saat itu. Berani untuk mencoba keluar dari comfort zone yang nyaman dan bergerak keluar dari kepompong rutinitas yang nyaman. Berani untuk menginjakkan kaki di kuadran yang beresiko ini :p.

Ternyata memulai usaha sangat menyenangkan. Yang pertama kali saya lakukan adalah sibuk berkonsultasi dengan teman-teman yang 'berilmu'. Saya bertanya kepada para ibu hebat di sekitar saya, menggali pengalaman dan mendengar cerita-cerita menarik yang menambah isi kepala yang sebelumnya kosong :p. Saya bahkan belajar membuat proposal bisnis sederhana dari seorang sahabat. Thanks ya Va, terbukti proposal bisnis yang saya buat itu menjadi peta yang menuntun langkah saya selanjutnya.

Begitu memulai saya dan suami tidak bisa berhenti menahan ide yang terus mengalir :-D. Bahkan karena keterbatasan sumber daya di kota kecil kami, terpaksa segala desain interior dan piranti display untuk Annisa harus dikerjakan sendiri. Hhh.. awalnya saya sangat tidak pede. Bayangkan, seorang mantan database engineer yang jarang bergaul dengan warna harus mendesain interior toko bayi! Thanks to si ayah yang selalu membesarkan hati.. Dengan segala perjuangan, akhirnya desain warna dan konsep display Annisa bisa kami selesaikan. Oya, untuk semua piranti display, itu hasil desain si Ayah yang electrical engineer lo. Ternyata bergerak keluar dari comfort zone berhasil memunculkan bakat-bakat yang selama ini terpendam ha haa..

to be continued...