Sunday, February 24, 2008

Friday, February 22, 2008

TV untuk anak

Beberapa hari ini ini di milis yang saya ikuti sedang heboh diskusi tentang buku dan TV untuk anak. Beberapa teman menerapkan program TV di keluarganya, yang lain memilih menseleksi program yang boleh ditonton. Dan hampir semuanya sependapat bahwa TV bisa berbahaya.

Saya setuju, bahwa TV bisa berbahaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa TV bisa jadi media informasi yang berguna dan gratis. Sayangnya banyak acara-acara TV lokal kita yang menyajikan sinetron yang dramatis dan mensosialisasikan kebencian dan hedonisme, berita dengan rekonstruksi kekerasan, film tentang hantu dan teman-temannya hingga infotaintment yang membuat ghibah seakan sesuatu yang wajar. Apakah semua itu baik untuk wajah-wajah riang yang antusias dan otak kecil yang menyerap dengan cepat?

Anak pertama saya sejak kecil tidak suka nonton TV. Di saat anak-anak seumurnya mulai suka Power Ranger, Thomas the Builder hingga Sponge Bob, dia tidak tertarik menonton TV. Mungkin karena saya juga kurang suka TV. Suara TV sering membuat saya terganggu, sehingga walaupun di rumah ada TV, defaultnya adalah OFF.

Saya perhatikan, ketidaksenangannya pada TV itu karena dia tidak mengerti isinya. Saat itu pemahamannya belum cukup, dan mungkin gambar yang bergerak cepat di TV tidak nyaman dilihatnya. Dia lebih suka bermain atau 'membaca'. Akhirnya saya mulai intensif mengenalkan TV padanya. Soalnya saya ingin dia mengenali humor, cerita, dan ekspresi fasial dan timbal balik dalam bersosialisasi.

Awalnya saya mengenalkan dengan Mr. Bean. Tidak berhasil. Acara yang sangat lucu ini sama sekali tidak dapat membuatnya tersenyum. Saya coba lagi, dan lagi dan ternyata yang pertama membuatnya tertarik adalah film Transporter, kiriman seorang teman. Film ini seperti Thomas the Train, tapi dengan jalan cerita yang lebih sederhana dan ekspresi tokoh-tokohnya jelas. Saya mendampinginya menonton TV sekaligus jadi narator he he.. Tadinya maksimal 5 menit dia mau menonton. Lama-lama dia bisa memahami cerita dan mulai suka acara lain seperti Thomas the Train, Bob the Builder, vcd karaoke dan musik hingga film tentang binatang. Bahkan sekarang dia bisa jadi narator junior buat adiknya :-).

Buat saya, TV sangat berguna untuk anak saya. Saya perhatikan, setelah dia bisa memahami acara yang ditontonnya, pemahamannya juga jauh lebih membaik. Dia mulai bisa menerima konsep abstrak, jadi lebih ekspresif saat mengobrol, dan pemilihan kosa katanya lebih luas. Menonton TV juga mengajarinya tentang persahabatan, humor, strategi dan kalah-menang dalam permainan.

Di rumah saya tidak ada larangan untuk menonton TV. Walaupun begitu tetap saja TV di rumah lebih sering OFF. Soalnya, walaupun sudah bisa menikmati TV, itu tetap bukan pilihan pertama anak-anak saya. Mereka lebih suka membaca (walaupun belum ahli banget), bermain bareng, atau beraktifitas yang lain. Konsekuensinya saya jaraang sekali dibiarkan nganggur.. saya harus ikut bermain, berguling, berlari, bersenam, main drama dan lain-lain he he..

Rasanya TV itu seperti mata pedang, mempunyai sisi baik dan sisi buruk. Sebagai orang tua kita memiliki otoritas, termasuk urusan menonton TV. Intinya mungkin masalah pilihan ya? Semoga pilihan kita adalah yang terbaik untuk anak-anak