Beberapa hari ini ini di milis yang saya ikuti sedang heboh diskusi tentang buku dan TV untuk anak. Beberapa teman menerapkan program TV di keluarganya, yang lain memilih menseleksi program yang boleh ditonton. Dan hampir semuanya sependapat bahwa TV bisa berbahaya.
Saya setuju, bahwa TV bisa berbahaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa TV bisa jadi media informasi yang berguna dan gratis. Sayangnya banyak acara-acara TV lokal kita yang menyajikan sinetron yang dramatis dan mensosialisasikan kebencian dan hedonisme, berita dengan rekonstruksi kekerasan, film tentang hantu dan teman-temannya hingga infotaintment yang membuat ghibah seakan sesuatu yang wajar. Apakah semua itu baik untuk wajah-wajah riang yang antusias dan otak kecil yang menyerap dengan cepat?
Anak pertama saya sejak kecil tidak suka nonton TV. Di saat anak-anak seumurnya mulai suka Power Ranger, Thomas the Builder hingga Sponge Bob, dia tidak tertarik menonton TV. Mungkin karena saya juga kurang suka TV. Suara TV sering membuat saya terganggu, sehingga walaupun di rumah ada TV, defaultnya adalah OFF.
Saya perhatikan, ketidaksenangannya pada TV itu karena dia tidak mengerti isinya. Saat itu pemahamannya belum cukup, dan mungkin gambar yang bergerak cepat di TV tidak nyaman dilihatnya. Dia lebih suka bermain atau 'membaca'. Akhirnya saya mulai intensif mengenalkan TV padanya. Soalnya saya ingin dia mengenali humor, cerita, dan ekspresi fasial dan timbal balik dalam bersosialisasi.
Awalnya saya mengenalkan dengan Mr. Bean. Tidak berhasil. Acara yang sangat lucu ini sama sekali tidak dapat membuatnya tersenyum. Saya coba lagi, dan lagi dan ternyata yang pertama membuatnya tertarik adalah film Transporter, kiriman seorang teman. Film ini seperti Thomas the Train, tapi dengan jalan cerita yang lebih sederhana dan ekspresi tokoh-tokohnya jelas. Saya mendampinginya menonton TV sekaligus jadi narator he he.. Tadinya maksimal 5 menit dia mau menonton. Lama-lama dia bisa memahami cerita dan mulai suka acara lain seperti Thomas the Train, Bob the Builder, vcd karaoke dan musik hingga film tentang binatang. Bahkan sekarang dia bisa jadi narator junior buat adiknya :-).
Buat saya, TV sangat berguna untuk anak saya. Saya perhatikan, setelah dia bisa memahami acara yang ditontonnya, pemahamannya juga jauh lebih membaik. Dia mulai bisa menerima konsep abstrak, jadi lebih ekspresif saat mengobrol, dan pemilihan kosa katanya lebih luas. Menonton TV juga mengajarinya tentang persahabatan, humor, strategi dan kalah-menang dalam permainan.
Di rumah saya tidak ada larangan untuk menonton TV. Walaupun begitu tetap saja TV di rumah lebih sering OFF. Soalnya, walaupun sudah bisa menikmati TV, itu tetap bukan pilihan pertama anak-anak saya. Mereka lebih suka membaca (walaupun belum ahli banget), bermain bareng, atau beraktifitas yang lain. Konsekuensinya saya jaraang sekali dibiarkan nganggur.. saya harus ikut bermain, berguling, berlari, bersenam, main drama dan lain-lain he he..
Rasanya TV itu seperti mata pedang, mempunyai sisi baik dan sisi buruk. Sebagai orang tua kita memiliki otoritas, termasuk urusan menonton TV. Intinya mungkin masalah pilihan ya? Semoga pilihan kita adalah yang terbaik untuk anak-anak
Saya setuju, bahwa TV bisa berbahaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa TV bisa jadi media informasi yang berguna dan gratis. Sayangnya banyak acara-acara TV lokal kita yang menyajikan sinetron yang dramatis dan mensosialisasikan kebencian dan hedonisme, berita dengan rekonstruksi kekerasan, film tentang hantu dan teman-temannya hingga infotaintment yang membuat ghibah seakan sesuatu yang wajar. Apakah semua itu baik untuk wajah-wajah riang yang antusias dan otak kecil yang menyerap dengan cepat?
Anak pertama saya sejak kecil tidak suka nonton TV. Di saat anak-anak seumurnya mulai suka Power Ranger, Thomas the Builder hingga Sponge Bob, dia tidak tertarik menonton TV. Mungkin karena saya juga kurang suka TV. Suara TV sering membuat saya terganggu, sehingga walaupun di rumah ada TV, defaultnya adalah OFF.
Saya perhatikan, ketidaksenangannya pada TV itu karena dia tidak mengerti isinya. Saat itu pemahamannya belum cukup, dan mungkin gambar yang bergerak cepat di TV tidak nyaman dilihatnya. Dia lebih suka bermain atau 'membaca'. Akhirnya saya mulai intensif mengenalkan TV padanya. Soalnya saya ingin dia mengenali humor, cerita, dan ekspresi fasial dan timbal balik dalam bersosialisasi.
Awalnya saya mengenalkan dengan Mr. Bean. Tidak berhasil. Acara yang sangat lucu ini sama sekali tidak dapat membuatnya tersenyum. Saya coba lagi, dan lagi dan ternyata yang pertama membuatnya tertarik adalah film Transporter, kiriman seorang teman. Film ini seperti Thomas the Train, tapi dengan jalan cerita yang lebih sederhana dan ekspresi tokoh-tokohnya jelas. Saya mendampinginya menonton TV sekaligus jadi narator he he.. Tadinya maksimal 5 menit dia mau menonton. Lama-lama dia bisa memahami cerita dan mulai suka acara lain seperti Thomas the Train, Bob the Builder, vcd karaoke dan musik hingga film tentang binatang. Bahkan sekarang dia bisa jadi narator junior buat adiknya :-).
Buat saya, TV sangat berguna untuk anak saya. Saya perhatikan, setelah dia bisa memahami acara yang ditontonnya, pemahamannya juga jauh lebih membaik. Dia mulai bisa menerima konsep abstrak, jadi lebih ekspresif saat mengobrol, dan pemilihan kosa katanya lebih luas. Menonton TV juga mengajarinya tentang persahabatan, humor, strategi dan kalah-menang dalam permainan.
Di rumah saya tidak ada larangan untuk menonton TV. Walaupun begitu tetap saja TV di rumah lebih sering OFF. Soalnya, walaupun sudah bisa menikmati TV, itu tetap bukan pilihan pertama anak-anak saya. Mereka lebih suka membaca (walaupun belum ahli banget), bermain bareng, atau beraktifitas yang lain. Konsekuensinya saya jaraang sekali dibiarkan nganggur.. saya harus ikut bermain, berguling, berlari, bersenam, main drama dan lain-lain he he..
Rasanya TV itu seperti mata pedang, mempunyai sisi baik dan sisi buruk. Sebagai orang tua kita memiliki otoritas, termasuk urusan menonton TV. Intinya mungkin masalah pilihan ya? Semoga pilihan kita adalah yang terbaik untuk anak-anak
3 comments:
duh..seneng ya..anak2nya ga begitu tertarik sam TV..andaikan anakku begitu *berandai-andai*
Iya mba..kita hrs batasin sendiri nonton tv, kl tunggu pemerintah ga bakalan deh..mana kulihat acara tv di Indo tuh kebanyakan sinetron dan info teimen duh...pusing deh..
mending kl anak mau baik setelin mereka dvd yg mendidik aja. kl ga ada acara anak2 yg bagus.
kl engga tvnya disetel kl pas acarnya anak2 aja, jgn dihidupkan tp orangnya entah dimana hehe...
Saya mah dulu di Indo mah teu gaduh tipi da, karena kepikirnya lebih baik menggunakan waktu untuk aktifitas keluarga ajah :). Sekarang disini ada TV, awalnya sih untuk "belajar english" tapi akhirnya ya buat kebutuhan hiburan dan pendidikan buat anak. Karena program khusus anaknya bagus2, ngajarin manner, science etc.
Btw Fit, soal Raka yang "Very happy, well-adjusted child" hehe saya mah da teu gaduh tipsnya atuh, sama aja kok dengan ibu2 lain berusaha memberikan yang terbaik aja. Sisanya mungkin Raka termasuk anak yang easy dan happy. Dan dia itu termasuk anak yang sangat suka membahagiakan orang lain. Awalnya mungkin menciptakan suasana Happy selalu, dia merasa secure, disayang, sekelilingnya bangga akan keberadaan dia, dia menjadi sosok penting. Ya begitu itulah sami wae pan? hehe Insha Alloh disana juga bisa begitu, lha wong ibunya juga hebat kreatip dan asik :)
Post a Comment