Tuesday, September 30, 2008

Mohon Maaf Lahir Batin dari Annisa

Dear Pelanggan Annisa Tercinta,

Free Orkut and My Space Eid Mubarak Graphics Glitters
Orkut Myspace Happy Eid Mubarak Comments & Graphics

Mohon maaf saat pelayanan kurang sempurna
Mohon maaf atas keramahan yang kadang tersembunyi
Mohon maaf saat
senyum lupa diberikan
Mohon maaf bila ada kelalaian dalam melayani pesanan.
Mohon maaf atas bungkus kado yang kurang rapi
Mohon maaf saat kami lupa memberi kabar ketika pesanan anda datang
Mohon maaf jika kembalian kurang saat stok uang kecil habis
Mohon maaf bila barang kami tidak lengkap
Mohon maaf bila anda tidak menemukan
yang dicari
Mohon maaf jika anda terpaksa berbelanja dalam gelap karena mati lampu
Mohon maaf jika sekali-kali AC mati saat PLN krisis energi
Mohon maaf jika toko kami kadang-kadang tidak rapi
Mohon maaf bila
tempat parkir penuh
Mohon maaf bila anda bingung saat memilih setumpuk stok baru
Mohon maaf bila ukuran atau warna yang anda inginkan tidak tersedia
Mohon maaf saat
anda harus menunggu lama di kasir saat membayar
Mohon maaf
bila kami tidak tahu harga barang yang ada di katalog
Mohon maaf karena iklan kami tidak di-apdet
Mohon maaf apabila kami terlalu sering beriklan
Mohon maaf bila kami lupa menawarkan bantuan
Mohon maaf
apabila kami mengganggu kenyamanan anda saat memilih
Mohon maaf saat kami kehabisan kantung kresek dan kertas kado
Mohon maaf saat anda harus menunggu
Mohon maaf bila pernah kami tidak sopan saat melayani anda
Mohon maaf saat kami keasyikan ngobrol
Mohon maaf bila toko tutup sebelum waktunya
Mohon maaf bila sms anda tidak dibalas saat kami kehabisan pulsa
Mohon maaf ketika ketidaktahuan kami membingungkan anda
Mohon maaf sebesar-besarnya atas semua kesalahan

Terima kasih telah berbelanja di Annisa :p
Mudah-mudahan kami dapat melayani Anda lebih baik lagi....

Selamat Hari Raya Idul Fitri
Annisa Baby, Kids & Toys

note: Annisa libur dari tanggal 28 September - 5 Oktober 2008

Saturday, September 27, 2008

Mengenang masa lalu..

Beberapa bulan ini rasa-rasanya angin menggiring saya ke masa lalu. Padahal sejak menjadi full time mom dengan 2 balita, tenggelam dalam rutinitas sehari-hari menjadi istri dan benteng rumah tangga, mencuri waktu gaul dengan sahabat, nyaman dalam zona yang sempit, rasanya banyaaaak sekali memori masa lalu yang terhapus dari pikiran..

Awalnya saya tidak sadar, bahwa begitu banyak memori yang sudah hilang. Sampai saat bercakap dengan teman lama mereka mengingatkan suatu even, dan asli! saya lupa bahwa even itu pernah saya jalani! Weird.

Tapi minggu-minggu ini beberapa hal mengingatkan saya akan masa lalu. Dimulai dengan berita duka di hari sabtu 2 Agustus 2008, RIP Chiki Zoehra, seorang teman sekelas yang cantik, pintar dan baik hati. Lamaaa sekali saya tidak bertemu dan mendengar kabarnya. Dan sebuah sms di sabtu pagi membuat hati saya bergetar. Selamat tinggal teman, semoga Allah menempatkanmu di tempat yang baik di sisi-Nya. Semoga Allah menguatkan keluargamu, dan melindungi putri cantikmu senantiasa.

Chiki seumur dengan saya. Dengan hari ultah yang bersebelahan. Nama yang mirip. Sungguh, rencana Allah adalah misteri. Suatu saat akan tiba giliran saya..

Kepergian seorang teman membuka luka lama, teringat kepergian seorang sahabat yang sangat dini saat saya kuliah. Rasa sedihnya lama menggores di hati saya. Kadang-kadang saya berpikir, life would not be the same if that tragic accident didn't happen. Indwi, semoga Allah menempatkanmu di tempat yang mulia di sisi-Nya.

Berapa hari yang lalu, obrolan dengan teman lama juga menggali memori yang tersimpan jauh. Membuat saya berpikir, betapa hidup sangat jauh berubah dalam beberapa tahun yang pendek. Di mana hal-hal yang dulu sangat penting menjadi hal-hal remeh dan tidak berarti. Sungguh, saya jadi menyadari dahsyatnya rencana Allah. Saya bayangkan bahwa hidup penuh dengan alur-alur yang kompleks, dan bahwa setiap benturan yang dialami akan membawa kita ke suatu masa depan yang berbeda. Membuat saya bertanya, bagaimanakah hidup saya jika saya lakukan hal berbeda di masa lalu?

Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun yang terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan. (dikutip dari Edensor, novel Andrea Hirata yang menyentuh jiwa saya. Diinterpretasikan dari pemikiran Agung Harun Yahya).

Tidak ada kebetulan dalam hidup. Setiap hal yang saya lakukan kelak akan membentuk alurnya sendiri, menggiring ke suatu ketetapan yang misterius di masa yang akan datang. Tidak ada sebutir debu pun yang bergerak tanpa sepengetahuan Allah.. dan maha suci Allah yang Maha Mengetahui, apa yang akan terjadi pada sebutir debu tersebut..

Saat mengenang masa lalu saya sadar bahwa ada begitu banyak perbuatan bodoh yang saya lakukan yang didorong oleh emosi dan ketidaksabaran. Kadang-kadang betapa malunya saya mengingat kebodohan dan kesalahan yang saya perbuat dengan SADAR di masa lalu. Betapa kadang-kadang saya memaki diri sendiri, dan ingin pindah ke dimensi lain saat sadar dengan kebodohan masa lalu :p. Jika saja hidup adalah sebutir coklat, dan semua kejadian memalukan yang saya alami akan habis dan menghilang begitu coklat tersebut ditelan :p.

Beberapa tahun yang lalu, seorang teman yang patah hati berat di masa remaja pernah berkata, "Mungkin gw peurih banget saat ini sebagai persiapan untuk menghadapi kepahitan yang lebih dahsyat di masa depan ya..? ". Kata-kata itu menempel di pikiran saya, dan kadang-kadang saat saya diterjang ketidak-enakan hidup dan harus menguatkan diri saya berpikir, "Untung dulu pernah patah hati.. ha ha haaa... ".

Masa lalu, telah menghadiahi kita masa kini. Bagaikan laba-laba yang merajut sarangnya, setiap loncatan yang dia lakukan akhirnya membentuk suatu desain kompleks yang menghasilkan makanan untuknya. Begitu juga ternyata semua kebodohan, kesalahan, kebaikan, ketidaksengajaan, kepahlawanan, dan berbagai hal kecil dan besar yang kita lakukan ternyata membentuk kehidupan masa kini yang kompleks.

Saya tidak ingin mengubah masa lalu. Kesalahan apapun yang saya lakukan di masa lalu telah membentuk kehidupan di masa kini yang saya syukuri. Deretan kisah patah hati masa lalu telah menghadiahi saya keluarga yang saya cintai :p. Kebodohan dan kesalahan telah memberi saya teman-teman dan sahabat-sahabat yang hebat. Masa lalu yang tidak sempurna telah memberi pelajaran dan pengalaman yang sangat berharga. Dan saya hanya bisa berharap dan berdoa, agar Allah senantiasa memberi saya petunjuk agar di masa kini saya bisa bertindak, berbuat dan berkegiatan yang menghasilkan hasil yang indah di masa depan.. dan keselamatan di akhirat kelak.. masa depan yang pasti saya temui..

Untuk para suami :p

Artikel yang menarik. Diambil dari Pikiran Rakyat, edisi cetak tahun 2007

Sedekahkan Waktu untuk Para Ibu
Oleh Maya A. Pujiati


Sangat menarik tulisan Bapak Adriano Rusfi yang dimuat ”PR”, 13 Oktober 2006. Sebuah fakta yang tak dapat disangkal bahwa meski modernisme sudah banyak memengaruhi kita, tradisi menyangkut posisi gender tak banyak bergerak, kecuali hanya pada tataran permukaan, namun tak menyentuh substansi.

Sebuah sumbangsih dari seorang bapak yang bersedia membuka mata para ayah yang mungkin lupa untuk menunaikan hak para ibu yang tak lain adalah teman hidupnya yang setia.

Para ibu adalah tameng keluarga untuk mengatasi persoalan domestik. Anak yang rewel, cucian yang menumpuk, berbelanja keperluan makan, membersihkan rumah, mengatur uang belanja, hingga menyeterika baju adalah tugas yang diembankan tradisi bagi para ibu. Meski tidak pernah termaktub secara tertulis dalam sebuah undang-undang, begitulah kenyataannya masyarakat menuntut para ibu. Acapkali dengan tuntutan itu ada hak-hak ibu tak lagi tampak sebagai hak, kecuali hanya sebuah pilihan jika situasinya memungkinkan. Satu hak ibu yang sering diabaikan adalah waktu untuk dirinya sendiri.

Ironisnya para ibu kadang-kadang tak menyadari akan hak tersebut. Tradisi telah membentuk perempuan tak lagi punya pilihan lain, sehingga ketika tiba mereka "teraniaya", mereka merasa bahwa menuntut haknya adalah sebuah kesalahan. Ketika mereka memilih untuk diam, satu sisi dalam batin mereka tetap menderita. Itulah dilema yang melanda para ibu. Macam-macam pilihan kerap muncul sebagai cara untuk melumerkan masalah yang dihadapinya. Ketika pilihan yang diambil itu positif mungkin berakhir baik. Namun tak jarang, ketika para ibu melakukan selftalk alias bicara sendiri dalam waktu yang cukup lama, pikiran yang datang justru memusnahkan harapan hidupnya. Hatinya larut dalam kesedihan yang bahkan tidak dapat mereka definisikan penyebabnya.



Benarkah setelah perempuan menjadi ibu, maka ia tak lagi berhak untuk berkarya. Siapa pun yang memahami agama, takkan mampu menemukan hujjah yang membenarkan pendapat itu. Semua sepakat, bahwa adalah hak ibu untuk merasa bahagia dalam perspektifnya yang merdeka, namun para ayah tak jarang malah mengabaikan sudut pandang si ibu dalam memandang kebahagiaan. Pernikahan yang telah berlangsung cukup lama biasanya mengaburkan identitas pribadi pasangannya masing-masing yang pada awalnya jelas berbeda satu sama lain. Padahal tanpa mengacaukan kebersamaan, menghargai identitas pribadi masing-masing adalah bagian yang indah dari kehidupan.

Bagi ibu yang telah mengenyam pendidikan tinggi, letupan-letupan di dalam hati yang mengajaknya untuk berkarya pasti selalu ada. Itulah satu bentuk kebahagian lain setelah mereka temukan kebahagiaan di ranah domestik. Jangan selalu dikira bahwa ketika seorang ibu mengatakan bahwa ia jenuh dan bosan di rumah, berarti mereka ingin bekerja keluar untuk mengais rupiah.

Seperti juga para ayah, para ibu membutuhkan variasi dalam kehidupannya, agar semangat hidupnya tetap menyala. Sebagian ibu mungkin menjaga semangat hidup mereka dengan berkompetensi membentuk anak-anaknya menjadi anak yang hebat secara intelektual, namun sebagian yang lain justru lebih bergairah hidupnya jika ia diberi waktu untuk mengekspresikan gagasan dan keterampilan yang dimilikinya dalam wujud-wujud aktivitas kongkret. Apa yang dibutuhkan ibu pada kelompok kedua? Mereka hanya butuh sedekah dari para suaminya berupa waktu luang, di mana mereka bisa mengaktualisasikan dirinya usai menunaikan kewajibannya pada keluarga.

Sebelum si ibu menikah, mungkin ada beberapa keterampilan yang sedang dikembangkan. Pernikahan dan kehamilan menghalangi mereka untuk meneruskannya. Tetapi ketika anak-anak beranjak besar, tentu tak ada salahnya para ayah membagi waktu istirahatnya untuk menjaga dan menemani anak-anak, semata demi membagi satu sisi kebahagiaan yang mungkin hanya akan dirasakan istrinya.

Biarkan sejenak sang ibu merasakan bahwa dunia ini luas, tak hanya dikelilingi tembok dan rengekan bocah-bocah kecil mereka. Teori bahwa bersosialisasi adalah kebutuhan hidup tak dapat diabaikan. Ketika kebutuhan untuk itu dihambat, maka manusia akan menderita. Tentu para ayah tak ingin tragedi terjadi pada keluarganya hanya karena si ibu tidak bahagia. Sungguh patut disadari, ketika ibu dijadikan sandaran untuk mengayomi seluruh penghuni rumah ketika si ayah pergi, ia harus bebas dari perasaan tertekan. Jika tidak, janganlah merasa aman menitipkan anak-anak dalam asuhan mereka.

Sepulang kerja, para ayah umumnya menyiapkan dirinya untuk dilayani. Mereka mungkin berdalih, bahwa mereka lelah. Oh, sadarilah bahwa istri di rumah bukan hanya duduk termangu seharian. Begitu banyak yang harus dikerjakan atas nama kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap seisi rumah. Bedanya, mereka tak dapat income dari seluruh pekerjaan yang dilakukannya di rumah, sedangkan suami datang membawa uang.

Sesekali para ayah mungkin harus mencoba untuk melakukan pekerjaan istrinya sehari penuh. Rasakan capainya dan bayangkanlah bagaimana sang istri merasakan hal yang sama setiap hari. Bisa jadi cara ini akan membuat para ayah lebih berempati pada si ibu.

Dua atau tiga jam dalam sehari setelah suami pulang kerja, atau mungkin seharian penuh di hari Minggu bisa jadi cukup untuk para ibu mengaktualisasikan kemampuannya. Adapun jika mereka memperoleh penghasilan dari apa yang mereka usahakan, tentu adalah hak istri untuk mempergunakannya sesuai keperluannya. Itu hanyalah bonus dari apa yang mereka usahakan. Bahkan tak jarang mereka juga mau membaginya untuk para ayah, semata sebagai rasa terimakasih atas waktu yang telah diberikan untuk mereka.***

(Penulis, Ibu Dua Anak, Tinggal di Bandung).

Wednesday, September 24, 2008

Edensor, by Andrea Hirata

Kutipan ini saya ambil dari Novel Edensor, buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi, oleh Andrea Hirata.

Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!

image dari bukabuku.com