Monday, October 27, 2008

Batal pergi

Saya berencana untuk pergi tanpa anak-anak minggu ini. Hanya tiga hari.. oh tapi ternyata berat sekali rasanya meninggalkan dua cowok ganteng yang ngangeni. Setelah ayah meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.. (thanks ayah, untuk kepercayaannya) akhirnya saya memutuskan akan pergi. Penuh persiapan tentunya :p.

H - 2
Urusan administrasi beres. Insya Allah dapet seat di pesawat. Berhasil memprovokasi tiga teman baik untuk pergi bersama. YES! Kayaknya ini bakal jadi perjalanan yang asik, heboh dan menyenangkan :-D. Anak-anak ga protes. Mulai merancang daftar barang untuk dibawa. . Bikin travel plan.. mmm.. dan mulai browsing di internet. Bikin daftar things to go and how to get there. Ngeprint apa aja yang perlu dibeli (ini yang paling menyenangkan ha haaa). Mulai menulis things to do when mommy's not home. Dan rasanya (mudah-mudahan) semua memang akan baik-baik saja di rumah..

H - 1
Hari yang heboh. Dari subuh mulai nyiapin baju yang mo dibawa, dicuci dan disetrika bila perlu. Ngebrowse lagi untuk cari info yang lebih gress. Dua hari perjalanan kudu dimanfaatkan semaksimal mungkin.

09.00 - 11.00 Belanja persediaan, ngeberesin urusan rumah
11.00 - 12.00 Bawa anak-anak ke dokter karena pilek. Alhamdulillah beres.
12.00 Akomodasi - confirmed
13.00 - 14.00 Nidurin anak-anak. Ngeberesin urusan Annisa.
14.00 - 15.00 Siap-siap ke money changer
15.00 BATAL. Ternyata kami batal pergi. Hhhh.. :-(.

Memang kalau Allah belum mengizinkan, apapun bisa batal di detik terakhir. Heuheu.. batal deh having fun with other mommy :p. Alhamdulilah juga sebenernya.. karena masih beurat ninggalin anak-anak yang pilek.. Rezeki mah Allah yang ngatur ;-).

Sunday, October 12, 2008

Hijabi style

Dapat dilihat di jalan-jalan di Syria.. Enjoy!



Saya menemukan gambar ini di sini.


note: punten ya kalau ada yang tidak berkenan..

Lebaranan di Duri

Bagaimana rasanya tidak mudik lebaran? Setelah 5 tahun berturut-turut selalu pulang kampung, baru tahun ini kami merasakan lebaran di rantau. Mencicipi lebaran tanpa menikmati kehebohan mudik, dan turut berempati pada pemudik di sepanjang jalur pantura, dengan segala kehebohan dan romantikanya. Lebaran tanpa lezatnya masakan mamah, tante dan uwa, lengkap dengan Gulai Kepala Kambing! Masakan eksotis yang sangat lezaaaat (:p) dan hanya ada di meja makan saat Idul Fitri dan Idul Adha. Lebaran tanpa hiruk pikuk malam lebaran, dengan jalanan macet di semua tempat, toko tutup di saat terakhir, dan suara takbir bertalu-talu dalam perjalanan Takbir Keliling. Lebaran tanpa keindahan saat terlelap dininabobokan suara takbir dari mesjid dekat rumah. Lebaran tanpa obrolan nyaman dengan ortu, adik-adik, uwa, oom, tante, keponakan, sepupu-sepupu, mertua, adik dan kakak ipar, tetangga di kampung dan kerabat, bertemu dengan mereka adalah kemewahan Lebaran yang sesungguhnya..

Liburan lebaran ini kami sekeluarga tidak mudik ke kampung. Pengen sekali-sekali ngerasain 'nikmatnya' berlebaran di rantau :p. Apalagi suami juga mendapat jatah jaga kandang taun ini, setelah 5 tahun kami selalu dapat cuti saat lebaran.

Lebaran di rantau ternyata asik juga.. yang pasti lebih santai :D. Biasanya lebaran diisi dengan kehebohan mudik (dan beberes koper dan oleh-oleh sejak seminggu sebelumnya) , perjalanan panjang lebih dari 12 jam dari rumah ke Cirebon. Nikmatnya bersilaturahmi dengan keluarga di kampung dan wisata kuliner biasanya dibarengi dengan capeknya mengejar 2 balita yang seringkali susah makan saat berlibur. Belum lagi memasak, mencuci dan segala kehebohan lainnya. Anak-anak juga kurang enjoy dengan tradisi bertamu ke para tetangga di kampung. Lima rumah pertama biasanya si besar masih bertahan, selanjutnya akan pasang muka sebal, bosan dan mulai berulah.

Idul Fitri kali ini si teteh ga pulang. Jadi suasana lebaran tetap terasa dengan masakan lebaran lengkap: ketupat, sayur lodeh tempe godok, semur daging, opor dan sate ayam.. mmm... Mengajarkan anak-anak untuk taraweh dan sholat subuh di mesjid selama bulan puasa juga membangkitkan nuansa lebaran yang syahdu. Dan, walaupun suara takbir dari mesjid tak terdengar, suara takbir tetap ada di rumah.. dari komputer! Thanks to youtube :-D.

Sholat Ied juga berkesan karena hujan. Untung kami membawa payung. Jadi sambil duduk menunggu waktu sholat, Kishan dan Zaka tetap aman dari hujan :p. Zaka di depan bareng ayah.. Kishan bareng ibu dan teteh. Walaupun gerimis (hampir) semua jamaah tetap duduk tenang hingga ceramah usai lo.. hanya Kishan yang tidak tahan pengen ke kamar mandi.. jadi ibu harus pergi sebelum ceramah selesai.

Tidak ada adegan balita ngambek di acara silaturahmi :-D. Wah.. ini momen lebaran yang paling menyenangkan untuk saya :p. Bersilaturahmi yang santai, tidak terlalu banyak rumah yang harus didatangi, membuat anak-anak tetap bersemangat saat bertamu. Mungkin juga karena tahun ini mereka segar, tidak lelah oleh perjalanan mudik yang panjang seperti tahun-tahun sebelumnya. Juga tidak bosan karena banyak sekali orang asing yang harus disalami di tempat-tempat yang baru juga :-/.

Kota kecil kami yang lengang setelah Idul Fitri juga selalu menjadi tempat yang asik untuk anak-anak. Jalan yang (sangat) sepi membuat mereka bebas bermain dan bersepeda. Selama masih bersama ayah dan ibu, rasanya mereka cukup happy walaupun lebaranan di pinggir hutan ha haa..

Momen lebaran adalah momen istimewa.. yang ditunggu banyak orang. Pelajaran yang saya dapat lebaran ini, adalah makin menyadari bahwa rumah adalah tempat di mana kita bersama orang-orang terkasih. Lebaran akan indah di manapun kita berada, selama bersama dengan keluarga tercinta.

Selamat Lebaran. Mohon maaf lahir dan batin.

in Pursuit of Happiness

Saya menonton film ini beberapa kali (akhirnya selesai juga ;-)). Film yang dibintangi oleh Will Smith ini terinspirasi dari kisah nyata Chris Gardner, seorang salesman yang berjuang untuk mendapat kehidupan yang lebih baik untuk dirinya dan anak laki-lakinya yang saat itu berumur 5 tahun, Christopher (diperankan oleh Jaden Smith, anak laki-laki Will Smith sendiri). Chris harus membesarkan anaknya sendirian, dalam keadaan tidak berpenghasilan walaupun dia berhasil diterima dalam program 6-bulan-training-tanpa-gaji di suatu firma investasi beken.

Chris dan anaknya terusir dari apartemen mereka. Terpaksa tidur di rumah penampungan, dengan perjuangan karena antrian yang sangat panjang, bahkan tidur di dalam kamar mandi terkunci di stasiun. Chris juga merasakan kepahitan, saat harus bertahan hidup dengan $21 karena pemerintah mengambil paksa $600 dari rekeningnya untuk pembayaran pajak.

Terpaksa mencuri dari seorang gelandangan untuk bertahan hidup, Chris tetap bertahan, dengan kepercayaan diri, cinta dan keyakinan anaknya. Ada suatu momen yang mengharukan, di suatu malam hari di rumah penampungan anaknya berkata, "Kau ayah yang baik".

Chris akhirnya berhasil menghadapi semuanya dan menjadi salah satu legenda Wall Street.

Yang agak 'mengganggu' saya adalah adegan di saat terakhir. Ketika Chris dinyatakan berhasil dalam trainingnya, dan berhak untuk bekerja di firma tersebut, dengan mendapat gaji tentunya. Chris kemudian keluar dan berjalan di kerumunan orang dengan sangat gembira. Suara di latar menyatakan (kalo ga salah, punten, soalnya bahasa Inggris saya ga ok ;-)), "Inikah kebahagiaan.. Secercah rasa yang ada saat ini.. inikah kebahagiaan?"

Inikah kebahagiaan? Kebahagiaankah saat Chris berhasil melalui segala rintangan, dan akhirnya mendapat apa yang diinginkannya (keamanan finansial dan status)? Ataukah karena perjuangannya akan berhasil? Lalu bagaimana jika ternyata dia tidak diterima bekerja dan terlempar ke jalanan, akankah dia terus mencari kebahagiaan seperti judul film ini, in pursuit of happiness?

Jika kebahagiaan adalah 'rasa' saat suatu perjuangan berhasil, apakah momen-momen tersebut hanya berhak dirasakan seorang pemenang? Jika kebahagiaan ada dengan adanya keamanan finansial dan status, adilkah itu untuk seorang fakir? Bukankah seperti rasa yang lain, adalah hak semesta untuk merasa bahagia?

Beberapa hari yang lalu seseorang mengirimkan email yang berjudul Happinesh is a voyage. Kebahagiaan adalah perjalanan, bukan tujuan yang semu. Pernahkah kita hidup di hari ini, tapi menginginkan kebahagiaan di masa datang? Berharap kebahagiaan akan datang saat kita lulus, saat menikah, saat memiliki anak, saat anak beranjak dewasa, atau saat kita mendapat pekerjaan dengan gaji lebih tinggi, rumah lebih besar, mobil lebih mewah? Berharap kebahagiaan saat hidup sesuai apa yang kita inginkan...

Akankah kita benar-benar merasakan kebahagiaan itu ketika apa yang kita inginkan akhirnya ada di genggaman? Apakah hidup akan lebih baik saat mobil kita lebih mewah? Atau kita malah mengomel karena biaya bensin yang harus kita bayarkan jadi bertambah? Apakah hidup akan lebih baik saat anak-anak lebih besar dan tidak terlalu merepotkan lagi? Atau kita malah mengenang masa di saat bayi dan balita kita begitu manis untuk dicium dan dipeluk? Apakah kita akan benar-benar bahagia saat kita letih mengejar kebahagiaan?

Seorang teman pernah berkata, "Live your life today. Make it worthwhile each and every second. Gak perlu cemas sepanjang kita bisa mempertanggung jawabkan harta, perbuatan dan waktu kita kepada Allah di akhirat nanti".

Mari memilih untuk berbahagia, sekarang ;-).