Sunday, March 04, 2007

Saat Zaka mogok sekolah

Dua minggu kemarin Zaka sedih setiap kali melihat bis sekolahnya lewat tanpa berhenti di depan rumah untuk menjemput. Matanya menatap bis dari balik jendela sampai bisnya itu lewat tikungan dan tak terlihat lagi. Zaka saat itu sedang sakit, sehingga saya memintanya untuk libur sekolah. Tiap hari Zaka bertanya kapan dia bisa sekolah lagi.

Anak saya itu sekarang senang sekali bersekolah. Tiap hari Senin, Rabu dan Jumat, hari sekolahnya, dia bangun dengan senang, mandi, sarapan, lalu berlari ke luar menunggu bisnya datang.

Percaya tidak, sampai akhir tahun lalu Zaka mogok sekolah. Boro-boro mau bersekolah, mendengar kata ‘sekolah’ saja tampaknya dia alergi. Melihat bis-bis sekolah mondar-mandir di depan rumah, anak-anak tetangga berseragam sekolah pagi-pagi dan cerita saya tentang asiknya sekolah pun dia tak tertarik. Zaka selalu bilang, “Zaka gak mau sekolah. Sekolah itu GAK ENAK!!” Padahal usianya saat itu hampir 4 tahun. Di kompleks tempat tinggal saya ada 7 playgroup, beberapa diantaranya menerima murid mulai umur 2 tahun, dan hampir semua anak di atas 2 tahun yang saya kenal rutin bersekolah.

Saya tidak tahu pasti awalnya kenapa dia mogok sekolah, tapi feeling saya mah itu dimulai sekitar setahun yang lalu waktu kami tinggal sementara di Cirebon. Selama beberapa bulan di Cirebon Zaka saya masukkan ke salah satu sekolah favorit. TK/Playgroup ini memiliki halaman luas yang teduh, area bermain yang rapi dan luas dengan mainan yang lebih lengkap dari sekolah lainnya. Sekolah ini juga merupakan cabang franchise yang dikelola salah satu tokoh pendidikan paling terkenal di negri ini. Ruang kelasnya bagus dengan 2 guru di tiap kelas, kurikulumnya fun, dengan jadwal rutin untuk berenang, berkunjung ke resto dan taman bermain.

Awalnya memang Zaka bersemangat setiap kali sekolah. Bulan pertama dia rajin bersekolah, saya juga masih sempat mengantarnya dan berkomunikasi dengan gurunya. Di umur 3 tahun 1 bulan tampaknya Zaka masih lebih suka bermain sendiri dan sering menolak untuk mengerjakan tugasnya, tapi gurunya yang lembut selalu sabar dan tetap bersemangat mengajaknya mengerjakan tugas.

Bulan berikutnya guru kesayangannya itu tidak mengajar lagi. Saya pun tidak mengantarnya lagi ke sekolah karena jadwal melahirkan semakin dekat. Sedikit-demi sedikit terlihat bahwa Zaka makin enggan sekolah.

Setelah Kishan lahir, saya yang penasaran mulai mengantarnya sekolah lagi. Walaupun tidak diperbolehkan masuk kelas saya mengintip dari jendela dan mengamati kegiatannya. Zaka masih seperti dua bulan yang lalu, tidak mau duduk tenang dan mengerjakan tugas, tapi perlakuan gurunya yang berbeda. Gurunya yang satu lagi (mungkin) terlalu sibuk untuk membujuk anak seperti Zaka yang sering menolak. Saat itu memang default nya Zaka adalah bilang "ENGGAK MAU!" Interaksinya juga berbeda dengan guru kesayangan Zaka sebelumnya yang tidak mudah menyerah untuk mendapatkan jawaban, berkali-kali nanya sampai menjawab jika Zaka cuek saat ditanya. Persepsinya tentang Zaka juga negatif, itu saya lihat dari komentarnya, “Zaka sih gak mau ngerjain apa-apa di kelas, jadi saya biarin saja. Diajakin juga susah.” Ada suatu kejadian di mana anak-anak kelas Zaka membawa jas hujan dan payung untuk bermain hujan-hujanan di luar. Saya melihat guru itu bertanya pada Zaka, satu kali, apa dia mau ikut. Zaka menolak, dia lalu meninggalkan Zaka sendiri dalam kelas. Zaka tampak sedih sendirian di kelas. Kasihan.. Saya yang ada di luar kelas lalu masuk. Saya memeluknya, membujuknya, mengatakan padanya bahwa main hujan-hujanan itu asik, dan bahwa dia boleh bergabung dengan teman-temannya. Kurang dari 3 menit Zaka memakai jas hujannya sendiri, membawa payungnya dan ikut hujan-hujanan di luar.

Saat itu saya ingin sekali berteriak pada gurunya, “Bu Guru, please luangkan sedikit waktu untuk anak saya… Mungkin anak saya lebih sulit dari anak lain, mungkin Ibu harus menghabiskan lebih banyak waktu dan energi untuk membuatnya tertarik, mungkin sikapnya yang introvert berbeda dari teman-temannya yang ekspresif. Tapi, please, dia baru 3 tahun dan ini sekolah barunya!”

Zaka memang paling muda di kelasnya, dia juga tampak rada stress karena teman-temannya dengan mudah menyelesaikan tugas. Saya melihat bahwa karena motorik halusnya yang kurang baik, Zaka jadi tidak percaya diri untuk mengerjakan tugasnya. Zaka memang perfeksionis, salah menggambar ban mobil misalnya bisa membuatnya bete. Sosialisasinya juga kurang baik, dan tidak adanya bantuan dari guru membuatnya makin mengucilkan diri. Kasihan anak saya..

Di bulan ketiga Zaka mogok sekolah. Tidak hanya sekolah, Zaka juga mogok menggambar dan anti memegang pensil/crayon/spidol. Juga mogok menggunting, menempel, bernyanyi dan menari, semua aktifitas yang biasanya dengan senang dia lakukan. Hiks..

Itu berlangsung berbulan-bulan. Saya sedih, panik, dan berusaha dengan segala cara untuk membuatnya mau menggambar lagi, menggunting lagi, berkreasi lagi, bernyanyi lagi dan menari lagi. Tapi mungkin kehebohan saya membuatnya takut dan makin menolak untuk melakukan semuanya.

Seorang sahabat menjadi tempat curhat via email. Dari dia saya mendapat banyak masukan yang mencerahkan dan menenangkan, thanks ya ateu Ijul :-D. Saya mulai menahan diri, berusaha berempati pada Zaka. Saya berusaha mengerti bahwa beban anak saya yang saat itu berumur 3,5 tahun itu lumayan berat. Dia harus pindah rumah 2x dalam setahun, bersekolah di tempat yang menggerus percaya dirinya, mendapat adik baru, mba baru, asing lagi dengan ayahnya setelah 4 bulan tidak bertemu dan mungkin kalau dia bisa dia akan berteriak, “Bu, please give me a BREAK!!!”

Saya belajar santai. Tidak mudah lo, buat saya yang kadang rada perfeksionis, he he. Saya biarkan Zaka melakukan apa yang dia suka, mengajaknya having fun tanpa memaksanya melakukan sesuatu yang tidak disukainya, dan menghabiskan waktu bermain dengan dia yang memimpin. Lama kemudian, Zaka mulai mau menggambar. Gambar pertamanya setelah berbulan-bulan adalah coretan cat air di kamar mandi, lalu spidol marker di pintu, baru setelah itu mewarnai dengan crayon di bukunya.. Alhamdulillah.

Suara nyanyinya juga mulai terdengar lagi, 6 bulan setelah mogok sekolah. Sungguh, itu lagu paling merdu yang pernah saya dengar, ha ha. Setelah saya merasa keadaan membaik saya mulai survey sekolah. Belajar dari pengalaman, saya memilih sekolah yang hangat, yang mampu menyesuaikan diri dengan murid, dengan tuntutan yang wajar, dan guru-guru yang sabar dan penyayang, yang tidak mudah putus asa menghadapi anak saya yang masih harus belajar bersosialisasi. Pokoknya, sekolah yang lebih manusiawi deh he he.

Alhamdulillah saya menemukan sekolah yang cocok. Dua bulan sebelum semester baru saya sering mengajak Zaka ke sana, hanya untuk berkunjung. Awalnya kami hanya duduk-duduk di mobil di tempat parkir, melihat anak-anak bermain, sambil mengunyah permen karet. Kemudian Zaka mulai turun dan main di halaman. Sebulan kemudian dia mau masuk dan main mandi bola di ruang bermain, masuk ruang kelas dan tampak nyaman di tengah keributan anak-anak. Di awal tahun saat mulai semester baru Zaka mau sekolah lagi.

Hari pertama kami datang berombongan, Zaka, Ibu, Kishan dan tetehnya. Zaka tampak enjoy. Hari kedua Zaka masih diantar Ibu. Hari ketiga dia minta naik bis sekolahnya. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Zaka (ternyata) suka sekolah. Gurunya bercerita bahwa dia anak yang lumayan mandiri di sekolah, mau mengerjakan tugas dan tampil di depan, walaupun (tentu saja) kadang masih angin-anginan. Hal terbaik buat saya adalah Zaka senang dengan sekolahnya.

Sekarang sepanjang hari di rumah Zaka bernyanyi, bersenam ala playgroup nya, menggambar, mewarnai, menggunting, menempel, dan semua yang dulu dia tolak sekarang dia lakukan dengan senang hati. Sampai sekarang motorik halusnya masih belum sempurna, tapi itu tidak terlalu mengganggunya lagi. Walaupun temannya tidak banyak, tapi di hari-hari liburnya dia suka nenangga, bermain ke rumah teman sekolahnya atau mengundang temannya ke rumah.

Sekolah bukan obat ajaib. Anak saya masih introvert, pemalu, kadang-kadang tidak menjawab saat ditanya, tapi buat saya yang penting adalah dia hepi, dan bisa menikmati dunia anak-anaknya dengan ceria. Sebagai orang tua yang bisa saya lakukan hanyalah membantunya mengeksplorasi, mempelajari segala sesuatu yang diinginkannya dengan senang. Saya ingin dia tumbuh menjadi anak yang bahagia, yang nyaman dengan dirinya, orang lain, dan lingkungannya.

Ada quote dari Louis Pasteur yang saya suka sekali:


When I approach a child
He inspires in me two sentiments:
Tenderness for what he is,
And respect for what he may become.



Hope I could respect my children for what they may become...

3 comments:

Gumi Angga said...

Assalamualaikum,,,,
zaka mogok sekolah???? wah...wah...
pertama, aku punya temen ya mbak, (setelah baca aku jadi inget dia)...
dia itu jenius bin cerdas, anak ustadz terkenal di bandung...
sd dia udah males sekolah,,, tapi IQnya bagus,,, 180.... kelakuannya, bikin ngeri,,, tiap ngeliat ayam dia bunuhbunuhin

lulus SD dia ngincer SMP bagus, SMP NF... dan he is a trouble maker.... sangat kritis, sebagian guru sebel dan resah... (kritis banget sih) dan sebagian guru,,,, antusias sama dia.... dia mulai bolosbolos sekolah.....

lulus SMP,,, dia nggak nerusin ke SMA,,,, dia pingin jadi enterpreuneur like his father,,, dia ngefans sama kiyosaki,,, dia adaptasi semua pelajaran kiyosaki.... dan dia sukses,,,,

dia... (saat ini 19 mau 20 tahun) ingin menikah... kata Abi-nya,,, harus masuk universitas negeri,,, dia ikut ujian persamaan SMA,, dan sekarang lagi bimbel buat ikut SPMB tahun ini,,,, perjanjian dengan abi-nya: lulus SPMB izin nikah dapet...

jadi, kupikir... males, mogok,,, ataupun parno sama sekolah,,, yaa bisa kita siasatin,,, its not the end of the world...

aku pribadi,,, prefer homeschooling,,, lagi ngegodok kurikulumnya sama my hubbywannabe,,, heheheh...

chayo... semangat ya mbak!!! cium sayang buat zaka...


(btw,,,, ini komen terpanjang blogwalking-nya aku,,, hahahahah)

Bundanya Tiara said...

jadi ge-er kesebut2...ateu...senengnya denger z udah mau sekolah n hepi. Yup..z memang butuh proses untuk setiap tahapnya n pengertian dari kita sebagai "super mom'nya. BUkan cuma ateu2 yang tinggal di amrik lo yang "super mom". Ateu fitri juga supermom banget, udah bisa melewati setiap fase dengan baik. Gut job ateu...cipika cipiki...

jasmine said...

Salam kenal mba,..
aku sekarang juga ngalamin hal seperti itu mba, anak saya umur 6thn (SD) masuk bulan Juli kemaren sekarang bukan mogok, tapi kalo mo ke sekolah pasti nangis dulu, dan minta aku nemenin dia ampe pulang sekolah. Kalo udah aku tungguin di sekolah, hampir tiap 10 menit dia keluar kelas untuk ketemu aku, dan ada ada aja alasannya, dari sakit perut, pengen kencing, kadang2 nangis karena takut ga bisa selesai nulis tugas (padahal dia belum nyoba), ada saran dan tips mba? makasih. (jasmine, solo)